Dalam beberapa tahun terakhir, isu kedaulatan pangan, termasuk swasembada beras, menjadi salah satu topik hangat di Indonesia. Alasannya sederhana, Indonesia dengan jumlah penduduk pada 2015 diperkirakan akan mencapai 255 juta jiwa dan akan terus bertambah setiap tahun, ketersediaan pangan adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar. Di sisi lain, Indonesia adalah negara agraris yang memiliki lahan pertanian sangat luas (setidaknya secara potensial), namun ketergantungan negeri ini pada impor pangan, termasuk beras, sangat besar dan cenderung meningkat.
Dapat diduga bahwa kesungguhan Presiden Joko Widodo dalam mengembangkan sektor pertanian dilandasi oleh kesadaran bahwa pertanian merupakan sektor kunci. Berbeda dengan, misalnya, Singapura. Sektor jasa dan perdagangan merupakan motor penggerak perekonomian negara kecil tersebut. Perhatian Presiden Joko Widodo terhadap sektor pertanian tentu bukan yang pertama dalam sejarah modern Indonesia. Sebelumnya, era Orde Baru, Presiden Soeharto juga punya perhatian cukup besar dengan dicanangkannya kebijakan “Revolusi Hijau” yang tujuan utamanya adalah intensifikasi dan modernisasi sektor pertanian. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga muncul perhatian di bidang pertanian dengan dicanangkannya kebijakan revitalisasi sektor pertanian. Namun, setidaknya hingga awal periode Presiden Joko Widodo, Indonesia tetap bergantung pada impor sejumlah komoditas penting pertanian, termasuk pangan.
Kesungguhan Presiden Joko Widodo dapat dilihat dalam sejumlah rencana besar atau kebijakan, termasuk menargetkan swasembada pangan, terutama beras, jagung, kedelai (untuk memenuhi kebutuhan produsen dan konsumen tempe dalam negeri), gula (untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan industri gula rumah tangga/skala kecil dan menengah), serta daging sapi (untuk mengamankan konsumsi daging sapi di tingkat rumah tangga) terwujud dalam kurun waktu tiga tahun atau selambatnya hingga tahun 2019. Untuk mencapai swasembada pangan serta menumbuhkan pusat ekonomi baru berbasis pertanian dan perkebunan, pemerintah akan membuka lahan pertanian seluas 9 juta hektar di kawasan perbatasan. Menurut rencana, pemerintah akan membagikan lahan baru rsebut kepada 4,8 juta petani marjinal/gurem.