Dengan menggunakan kerangka teoretis peran masyarakat sipil di Indonesia, tulisan ini mempertanyakan eksperimen gerakan relawan dalam Pilpres 2014 dapat memperbaiki representasi politik dan mendorong transformasi ke arah substantif. Selain itu, dipaparkan kebaruan politik dibanding eksperimen sebelumnya yang dilakukan oleh gerakan sipil. Studi ini menemukan bahwa gerakan para relawan hanya capaian terbatas dalam mengusung dan memenangkan Joko sebagai Presiden Republik Indonesia, namun tidak cukup berhasil dan mengawal Nawacita yang dikampanyekan selama pilpres bertempur melawan oligarki dan kartel.
Keberadaan relawan menjadi fenomena menarik ketika kita mengingat kembali dinamika politik pada pemilihan langsung presiden dan wakil presiden (Pilpres) 2014. Kemenangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dalam pilpres tersebut tidak bisa dilepaskan dari dukungan relawan yang melakukan berbagai aktivitas politik menyukseskan Jokowi dan JK merebut kursi presiden dan wakil presiden .
Relawan yang dapat disaksikan sepanjang Pilpres 2014 tidak terpusat hanya pada satu kelompok, namun terdiri dari bermacam kelompok dengan beragam platform gerakan dan
aktivitas kerelawanan. Untuk menyebut dua dari kelompok relawan Jokowi yang aktif adalah yang menamakan diri Pro-Jokowi (Projo) dan Sekretariat Nasional Jokowi (Seknas Jokowi).
Projo dan Seknas Jokowi adalah kelompok yang cair. Keanggotaannya berasal dari dan dibentuk oleh kelompok-kelompok aktivis yang berada di dalam maupun luar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan tidak terikat struktur organisasi partai ini.