Berbagai sistem politik Indonesia mulai dari presidensialisme (sebelum 1955) ke parlementarisme (setelah 1955) kembali ke presidensialisme (hingga pertengahan tahun 1960-an) kemudian presidensialisme otoriter (Orde Baru) dan semi-presidensialisme (pasca-Reformasi) seolah-olah belum memberikan dampak berarti bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Bahkan, kecenderungan yang ada kian memburuk dengan hilangnya aspek perencanaan yang sesungguhnya merupakan instrumen dalam pembangunan. Perencanaan tidak selalu identik dengan kepemimpinan dan begitu pula sebaliknya. juga, perencanaan yang baik akan berdampak langsung pada perekonomian.
Kita perlu membedakan dampak terhadap ekonomi dan fungsi ekonomi. Politik pasti memiliki dampak terhadap ekonomi. Sebagai contoh, sistem demokrasi presidensial multipartai menghendaki adanya pemilihan langsung anggota parlemen maupun eksekutif mulai dari bupati, wali kota, gubernur, hingga presiden. Kegiatan yang lazim dinamakan “pesta demokrasi” tersebut perlu dipersiapkan dengan matang serta membutuhkan dana tidak sedikit; uang dalam jumlah besar berputar di dalam mesin politik itu. Pesanan kaos, topi, brosur, bendera, poster, spanduk, dan lain-lain meningkat, termasuk iklan di layar televisi, yang pada akhirnya menghidupkan perekonomian. tentangkan dengan demokrasi. Kenyataannya, negara dapat diserap dan tunduk pada pasar begitu pula pasar yang dapat diserap dan ditundukkan negara, sehingga sulit untuk mempertentangkan semua itu.