Populisme adalah fenomena dengan sejarah yang panjang. Pada hakikatnya, populisme adalah suatu pemahaman yang menghadapkan politik “rakyat banyak” dengan politik “elite” yang digambarkan sebagai tamak dan jahat. Namun, populisme masa kini—bisa disebut “populisme baru”—berkembang khususnya sebagai reaksi terhadap berbagai ketimpangan yang tajam dan dislokasi sosial akibat proses globalisasi neoliberal. Ia mengekspresikan ketidakpuasan mendalam dengan kondisi sosial-ekonomi serta ketidakpercayaan yang semakin bertambah kuat terhadap perangkat lembaga pemerintahan. Tidak jarang, basis sosial populisme baru melibatkan segmen masyarakat berbagai kelas, baik di negeri maju ataupun di negeri berkembang.
Namun demikian, manifestasi spesifik populisme baru bisa amat berbeda. Di beberapa tempat, seperti Yunani, misalnya, ia dapat melekat pada proyek politik Kiri maupun Kanan dengan basis sosial yang saling bersinggungan. Karena itu, penting untuk memahami konstelasi kekuasaan dan kelas sosial yang terjelma secara historis di setiap masyakarat, guna mendapatkan gambaran tentang kemungkinan aliansi sosial yang muncul, jenis kendaraan dan strategi yang dikembangkan, serta aneka kepentingan sosial yang siap mendominasi aliansi-aliansi tersebut. Di tempat kekuatan organisatoris politik Kiri sudah melenyap atau lama meredup, misalnya, kemungkinan besar proyek politik Kanan akan lebih mendominasi populisme baru tersebut. Akibatnya, populisme cenderung diberi karakter ekslusi dan mengandung diskriminasi sosial serta xenofobia dibandingkan karakter egalitarian yang berakar pada tujuan mengubah pola kekuasaan yang berlaku secara lebih menyeluruh.